Pelaksanaan pembangunan sebuah gedung tinggi (high rise building) tidak akan pernah lepas dari sistem de-watering. Tujuannya adalah untuk pengurasan air tanah yang dapat dikontrol secara tepat untuk mengurangi akibat buruk dari adanya pekerjaan ini. Tingginya muka air tanah, terutama di kota Jakarta akan memaksa digunakan sistem ini. Umumnya sebelum proses pekerjaan de-watering dimulai, akan dilakukan uji pemompaan untuk mengetahui besarnya volume air tanah yang akan mengalir ke dalam lubang galian, serta untuk mengetahui kecepatan proses kembalinya air tanah yang dikuras.
Setelah melakukan pemompaan dan semua diprediksi aman, mulailah pekerjaan de-watering dilakukan dengan langkah-langkah :
- Pasang alat ukur air tanah (piezometer)
- Pasang sumur pemantau untuk memantau air tanah
- Pasang sumur pompa yang jumlahnya dan kapasitasnya ditentukan setelah didapatkan hasil uji coba pemompaan.
Turun atau naiknya permukaan air tanah dalam setiap sumur pemompaan dibaca dengan menggunakan alat pengukur elektronik (dip meter) yang dipasang pada sumur pemantau. Bila proses pekerjaan struktur basement dimulai, pemompaan akan terus berlangsung. Melalui sumur pemantau, bila ketinggian muka air tanah dalam batas aman, pemompaan sementara dihentikan. Bila pada sumur pemantau terdeteksi adanya kenaikan muka air tanah mendekati ambang yang diijinkan, maka pemompaan kembali dilanjutkan.
Akibat yang muncul adalah pori-pori tanah tidak lagi menyimpan air. Semua air akan tersedot dan masuk ke dalam sumur galian. Resikonya, beban yang ada di permukaan akan menekan tanah ke bawah dan mengalami penurunan. Besarnya penurunan tergantung pada sisa daya dukung tanah yang ada.
0 komentar:
Posting Komentar