Minggu, 03 Februari 2013

TATA RUANG MITIGASI BENCANA

Peristiwa bencana rutin terjadi berulang setiap tahun. Meskipun bencana semakin bisa diprediksi, namun penanganan penanggulangan bencana di Indonesia cenderung kurang efektif. Paradigma penanganan bencana yang parsial, sektoral dan kurang terpadu, serta masih memusatkan tanggapan pada upaya pemerintah yang dilakukan hanya pada kondisi darurat, diperkirakan menjadi penyebab tidak efektifnya penanggulangan bencana. Selain itu juga diakibatkan belum tersedianya informasi tentang peta kerawanan bencana serta sistem mitigasi bencana yang jelas dan terukur.

Rencana Tata Ruang Kawasan Rawan Bencana dapat digunakan sebagai usaha secara sistematis untuk mengidentifikasi potensi bencana. Selaras dengan UU No.24 Tahun 2007 pasal 42 tentang penanggulangan bencana, pelaksanaan dan penegakan dalam rencana tata ruang dilakukan untuk mengurangi resiko bencana, yang mencakup pemberlakuan peraturan tentang penataan ruang, standar keselamatan, dan penerapan sanksi terhadap pelanggaran. Ada korelasi yang sangat kuat antara proses penanggulangan bencana dengan penataan ruang

Sepanjang tahun 2012, banjir dan longsor nyaris melanda seluruh wilayah Nusantara. Berdasarkan peta rawan banjir dan longsor, daerah yang dilanda bencana yang terjadi memang berada di zona rawan bencana. Namun pencegahan dan penanggulangan yang dilakukan dirasakan kurang berdampak. Ini membuktikan bahwa tata ruang berbasis bencana masih kurang serius dijalankan.

Dalam prakteknya, peta resiko bencana, bahkan peta rawan bencana belum dijadikan pedoman dalam penyusunan tata ruang. Tata ruang yang disusun tidak berjalan seperti yang diharapkan, karena ada kekuatan eksternal seperti politik lokal dan desakan ekonomi, sehingga daerah rawan bencana tetap dijadikan pemukiman tanpa ada upaya mitigasi. Akibatnya ketika terjadi bencana, timbul korban dan kerugian ekonomi.

Selain lemahnya dukungan politik lokal, secara teknis banyak konsep pembangunan yang tidak memahami dan tidak mau menerapkan prinsip-prinsip kelayakan lingkungan hidup dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan. Analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal) hanya sebagai syarat administrasi, padahal seharusnya menjadi syarat teknis. Perijinan jadi instrumen untuk mencari pendapatan, sehingga tak heran sektor perijinan termasuk ladang korupsi.

Sesuai UU Penataan Ruang No.26 Tahun 2007, tujuan penataan ruang ini adalah untuk mewujudkan lingkungan yang aman dari bencana, nyaman untuk masyarakat, bisa lebih produktif untuk menciptakan ekonomi yang lebih baik dan berkelanjutam. Untuk itu penataan ruang seharusnya menjadi instrumen penting sebagai mitigasi terjadinya bencana alam.

0 komentar:

Posting Komentar

Video Anda

Asosiasi

Asosiasi
Himpunan Ahli Konstruksi Indonesia