Minggu, 15 Januari 2017

DPR RI Sahkan RUU Jasa Konstruksi Menjadi Undang-Undang


Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI menyetujui Rancangan Undang-Undang (RUU) Jasa Konstruksi menjadi undang-undang (UU) dalam Rapat Paripurna Ke-15 di Gedung DPR RI (Kamis, 15 Desember 2016). UU Jasa Konstruksi yang baru disahkan akan menggantikan Undang-Undang Jasa Konstruksi Nomor 18 Tahun 1999 yang sudah berlaku kurang lebih selama 17 tahun.

UU Jasa Konstruksi yang baru disahkan tersebut terdiri dari 14 Bab dan 106 pasal telah melalui harmonisasi dengan peraturan sektor lain, seperti UU Nomor 11/2014 tentang Keinsinyuran, UU Nomor 13/2003 tentang Ketenagakerjaan, UU Nomor 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, UU Nomor 23/2004 tentang Pemerintahan Daerah dan aturan terkait lainnya. 

Ada beberapa substansi penting dalam UU Jasa Konstruksi yang disepakati antara Pemerintah dan DPR-RI, antara lain :
  1. Adanya pembagian peran berupa tanggung jawab dan kewenangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dalam penyelenggaraan jasa konstruksi;
  2. Menjamin terciptanya penyelenggaraan tertib usaha jasa konstruksi yang adil, sehat dan terbuka melalui pola persaingan yang sehat;
  3. Meningkatnya peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan jasa konstruksi melalui kemitraan dan sistem informasi, sebagai bagian dari pengawasan penyelenggaraan jasa konstruksi;
  4. Lingkup pengaturan yang diperluas tidak hanya mengatur usaha jasa konstruksi melainkan mengatur rantai pasok sebagai pendukung jasa konstruksi dan usaha penyediaan bangunan;
  5. Adanya perlindungan hukum terhadap upaya yang menghambat penyelenggaraan jasa konstruksi agar tidak mengganggu proses pembangunan. Perlindungan ini termasuk perlindungan bagi pengguna dan penyedia jasa dalam melaksanakan pekerjaan konstruksi. Pada RUU tentang Jasa Konstruksi yang baru tidak terdapat klausul kegagalan pekerjaan konstruksi hanya ada klasul kegagalan bangunan. Hal ini sebagai perlindungan antara pengguna dan penyedia jasa saat melaksanakan pekerjaan konstruksi;
  6. Perlindungan bagi tenaga kerja Indonesia dalam bekerja di bidang jasa konstruksi, termasuk pengaturan badan usaha asing yang bekerja di Indonesia, juga penetapan standar remunerasi minimal untuk tenaga kerja konstruksi;
  7. Adanya jaring pengaman terhadap investasi yang akan masuk di bidang jasa konstruksi;
  8. Mewujudkan jaminan mutu penyelenggaraan jasa konstruksi yang sejalan dengan nilai-nilai keamanan, keselamatan, kesehatan, dan keberlanjutan (K4).

Sabtu, 30 Januari 2016

Thrucrete | Beton Berpori

Kurangnya ruang terbuka hijau serta daerah resapan air dapat menimbulkan kerugian yang cukup besar saat musim hujan tiba dan bencana banjir mulai melanda. Terbatasnya lahan menjadi salah satu penyebab mengapa ruang terbuka hijau sulit sekali ditemukan, khususnya pada daerah perkotaan. Karena itu, pembangunan infrastruktur dinilai membutuhkan sebuah inovasi serta teknologi baru sekaligus memberikan sebuah solusi. Menyikapi hal tersebut, Holcim Indonesia melalui anak perusahaanya memperkenalkan sebuah inovasi serta solusi beton berpori ramah lingkungan yang diberi nama Thrucrete.

Holcim Thrucrete ini merupakan salah satu inovasi perkerasan beton berpori yang ramah terhadap lingkungan, karena dapat mencegah terbentuknya genangan air di area beton ketika tengah terjadi hujan. Beton tersebut memungkinkan air yang mengalir terserap melalui rongga beton, untuk selanjutnya dapat diserap oleh tanah. Aplikasi Thrucrete ini sudah diterapkan pada jalur pejalan kaki di kawasan Rasuna Said, Jakarta Selatan serta di landasan pacu Bandara Juanda, Surabaya pada bahu area taxiway seluas 3500 m2.


Berbeda dengan sifat beton biasa yang kedap air serta memiliki rongga sebesar 2% saja, Thrucrete sendiri dapat menampung air 66 liter/m2. Setara dengan hujan lebat berintensitas 20mm/jam. Dalam menyerap air, rongga udara yang ada di beton Thrucrete berfungsi sebagai penyimpan air sementara sebelum turun dan diserap oleh tanah. Dari air yang jatuh, sekitar 95% air akan terserap oleh Thrucrete, dan 5% air terbuang ke parit.

Waktu pengerjaan beton jenis ini, pada umumnya relatif sama dengan pembuatan beton biasa. Perbedaanya terletak pada metode serta komposisi beton. Dari segi pemeliharaannya sendiri, Thrucrete cukup disemprotkan dengan air agar rongga-rongga yang tertutup debu dapat dibersihkan sehingga tidak terjadi block pada area rongga beton.

Minggu, 24 Januari 2016

Selamat Berkompetisi di Era MEA 2016

Berdasarkan laporan peringkat daya saing dunia 2015-2016 yang diterbitkan oleh World Economic Forum (WEF) pada September 2015 lalu, Indonesia berada di posisi ke-37 dari 140 negara, turun tiga peringkat dibandingkan tahun sebelumnya. Sementara, Swiss, Singapura dan Amerika Serikat tetap bercokol di tiga besar negara paling berdaya saing di dunia pada 2015.

Ternyata Indonesia masih banyak sektor yang belum berdaya saing, khususnya dalam menghadapi pasar bebas ASEAN atau Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2016. Kendati demikian, setidaknya terdapat tiga sektor yang masih cukup kompetitif dan perlu dipacu dengan sungguh-sungguh, serta dari sisi regulasi harus disederhanakan, yakni; sektor konstruksi, infrastruktur dan manufaktur.


Tren dan nilai pasar konstruksi Indonesia terus meningkat. Dari tahun 2012 yang nilainya sebesar Rp 284,99 triliun, naik menjadi Rp 369,94 triliun di tahun 2013, dan pada tahun 2014 naik lagi menjadi Rp 390 triliun. Sedangkan pada tahun 2015 lalu, naik cukup signifikan menjadi Rp 446 triliun. Nilai pasar konstruksi yang cukup besar tersebut, berkontribusi sekitar 67 persen terhadap pasar konstruksi Asia Tenggara. Karena itulah, menjadi hal yang wajar jika pasar konstruksi di Indonesia menjadi incaran pelaku jasa konstruksi asing.

Namun, pasar konstruksi yang cukup besar tersebut belum didukung oleh jumlah SDM konstruksi yang berkualitas. Hingga saat ini, jumlah pekerja konstruksi Indonesia tercatat sebanyak 7,2 juta, namun berdasarkan data LPJK Nasional pada Agustus 2015 lalu, hanya sebanyak 109.000 tenaga ahli yang bersetifikat, 387.000 pekerja bersetifikat, dan hanya sekitar 478 orang yang memiliki otoritas untuk bisa bekerja di kawasan ASEAN.

Untuk itu perlu dukungan dari seluruh pemangku kepentingan jasa konstruksi, mulai dari Pemerintah, LPJK, penyedia jasa, badan usaha milik negara, swasta, asosiasi, lembaga keuangan, serta peranserta dunia pendidikan untuk bekerja sama dalam membentuk SDM konstruksi, serta menjadikan Badan Usaha konstruksi yang handal, kokoh, berdaya saing tinggi serta kompetitif. Semoga tewujud dan selamat berkompetisi di era MEA 2016.

Minggu, 09 Agustus 2015

PERMEN PUPR NO. 02/PRT/M/2015

Landasan peraturan tentang bangunan hijau semakin kuat dengan diterbitkannya Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat No. 02/PRT/M/2015, tentang Bangunan Gedung Hijau, pada tanggal 24 Februari 2015. Banyak hal yang diatur dalam Permen PU tersebut, di samping masalah persyaratan, juga tentang sertifikasi dan Tim Ahli yang menilai tentang pemenuhan persyaratan bangunan gedung hijau.


Menurut Permen PUPR tersebut, Bangunan Gedung Hijau adalah bangunan gedung yang memenuhi persyaratan bangunan gedung dan memiliki kinerja terukur secara signifikan dalam penghematan energi, air, dan sumber daya lainnya melalui penerapan prinsip bangunan gedung hijau sesuai dengan fungsi dan klasifikasi dalam setiap tahapan penyelenggaraannya.

Bangunan yang terkena persyaratan Bangunan Gedung Hijau meliputi bangunan gedung baru, dan bangunan gedung yang telah dimanfaatkan, dibagi atas kategori wajib, disarankan, dan sukarela

Sertifikat bangunan gedung hijau diberikan berdasarkan kinerja bangunan gedung hijau sesuai dengan peringkat ;
  • bangunan gedung hijau utama,
  • bangunan gedung hijau madya,
  • bangunan gedung hijau pratama.
Sertifikat bangunan gedung hijau diberikan pada pemilik/pengelola bangunan gedung yang telah memiliki SLF (Sertifikat Laik Fungsi) untuk bangunan gedung baru atau SLF perpanjangan untuk bangunan gedung yang telah dimanfaatkan, dan memenuhi persyaratan bangunan gedung hijau sesuai kriteria peringkat yang ditetapkan.

Minggu, 19 Juli 2015

Self Compacting Concrete (SCC)

Beton merupakan material yang terdiri dari campuran semen, agregat kasar, agregat halus, air, dan bahan tambahan (admixture) bila diperlukan. Umumnya beton yang banyak digunakan dalam proses konstruksi adalah beton normal. Selain proses pembuatannya yang relatif mudah, beton normal juga dinilai lebih ekonomis. Namun, tidak jarang dalam proses pengecoran beton normal sering mengalami kendala yang diakibatkan oleh terlalu rapatnya jarak antar tulangan. Akibatnya terjadi pemisahan (segregasi) antara agregat halus, semen, dan air dengan agregat kasar. Oleh karena itu, dalam perjalanannya beton normal terus mengalami perubahan yang disesuaikan dengan kebutuhan konstruksi yang ada. Salah satunya dikembangkan beton jenis Self Compacting Concrete (SCC).


Beton dapat dikategorikan sebagai SCC apabila beton tersebut memiliki sifat-sifat tertentu, diantaranya memiliki nilai slump yang tinggi, berkisar antara 500 - 700 mm (Nagataki dan Fujiwara 1995). Akibatnya, SCC memiliki flowability yang tinggi, mampu mengalir memenuhi bekisting dan mencapai kepadatan tertingginya sendiri. Sehingga lebih kedap, porositasnya lebih kecil, susutnya lebih rendah, dalam jangka panjang strukturnya lebih awet (durable), tampilan permukaan betonnya lebih baik dan halus, sehingga nilai estetis bangunan menjadi lebih tinggi.  Kuat tekan betonnya bisa dibuat untuk mutu tinggi atau sangat tinggi.

Pengembangan SCC di Indonesia masih terbatas pada metode uji coba mix design. Berbeda dari beton normal pada umumnya, komposisi semen yang dibutuhkan pada mix design SCC lebih banyak jika dibandingkan dengan komposisi semen pada beton normal (Okamura dan Ouchi 2003). Hal inilah yang juga sering dijadikan penelitian untuk menemukan bahan tambahan pengganti semen yang sesuai dengan sifat dan karakteristik semen itu sendiri.

Video Anda

Asosiasi

Asosiasi
Himpunan Ahli Konstruksi Indonesia