Permasalahan tanah ekspansif nampaknya sudah menjadi persoalan mendunia. Bukan saja di Indonesia, tetapi di Amerika Serikat, kerusakan struktur bangunan sipil yang disebabkan 'ulah' tanah ekspansif, diperkirakan menelan kerugian USD 6 - 11 milyar setiap tahunnya. Di Indonesia sendiri, skala masalah tanah ekspansif, belum terungkap secara detail, termasuk besar kerugian yang ditimbulkan.
Secara teknis, tanah ini biasanya mengandung mineral montmorillonite bermuatan negatif besar yang menyerap air dengan mengisi rongga pori, sehingga tanahnya mengembang, dan kekuatannya berkurang drastis.
Beberapa parameter umum dapat digunakan sebagai indikator tanah ekspansif, antara lain :
- Dari hasil laboratorium tanah, didapati : PI > 25 ; LL > 40 ; dan SL < 11
- Alluvium berwarna gelap, seperti hitam, biru, atau coklat tua (kadang-kadang ada bintik-bintik putihnya)
- Sangat peka terhadap perubahan kadar air (potensi retak dan mengembang)
Secara umum, sifat-sifat yang menonjol dari tanah ekspansif, adalah :
- Berdaya dukung sangat rendah pada kondisi basah
- Kembang susutnya sangat tinggi, sehingga berakibat sangat buruk bilamana mengalami perubahan kadar air (timbul retak-retak pada kondisi kering dan mengembang pada kondisi basah)
Berdasarkan penelitian Pusat Litbang Prasarana Transportasi, Balitbang Kimpraswil (1992), distribusi tanah ekspansif di pulau Jawa meliputi :
- Daerah pantai utara, yaitu pada ruas jalan Jakarta - Cikampek (Jawa Barat), Demak - Kudus, Dempet - Godong, dan Semarang - Purwodadi (Jawa Tengah). Juga di sepanjang ruas jalan Lamongan - Gersik, dan Surabaya - Gersik (Jawa Timur).
- Pada daerah perbukitan rendah, terdapat pada ruas jalan Bojonegoro - Babat (Jawa Tengah) dan Ngawi - Caruban (Jawa Timur).
- Sementara pada daerah endapan vulkanik, tanah ekspansif menyebar antara ruas jalan Yogya - Wates.
0 komentar:
Posting Komentar