Sabtu, 16 Juni 2012

ALTERNATIF SOLUSI PERBAIKAN TANAH EKSPANSIF


Dari sisi teknis, metodologi rancang bangun pada tanah ekspansif cenderung masih belum mantap dan banyak penanganan dilakukan berdasarkan coba-coba. Tindakan yang dilakukan, dengan mengupayakan tanah lempung tidak menimbulkan kerusakan pada struktur bangunan. Oleh karena itu, penanganannya dapat terdiri dari beberapa alternatif, berdasarkan sifat lempung 'merusak' yang akan dicegah atau dirubah.

Pertama, penggantian tanah ekspansif dengan membuang sebagian tanah atau seluruhnya, tergantung ketebalan tanah ekspansif yang masih terpengaruh oleh perubahan kadar air. Ahli geoteknik menyarankan kedalaman tanah ekspansif yang diganti minimal 1,00 - 1,50 meter.

Selain itu, manajemen air tak kalah penting, termasuk drainase bawah permukaan, yang berfungsi mencegah aliran air bebas, dan menurunkan muka air tanah. Aliran air yang menuju ke arah bawah bangunan akan dicegah oleh drainase, lalu dialirkan ke daerah pembuangan.

Perbaikan tanah dasar lewat penerapan metode stabilisasi, belakangan ini makin banyak dipilih, terutama untuk menurunkan nilai indeks plastisitas dan potensi mengembang, dengan mengurangi prosentase butiran halus atau kadar lempungnya. Bahan stabilisasi yang sering digunakan berupa kapur atau semen.

Penggunaan membran sebagai reduksi terhadap laju perubahan kadar air di bawah perkerasan jalan, juga makin banyak diaplikasikan, karena dipandang memiliki sejumlah keunggulan. Selain jenis geosintetis, pemakaian beton dan aspal sebagai fungsi membran belakangan ini makin meluas, karena sifat lebih kaku yang dimilikinya.

Sabtu, 09 Juni 2012

HATI-HATI DENGAN TANAH EKSPANSIF

Permasalahan tanah ekspansif nampaknya sudah menjadi persoalan mendunia. Bukan saja di Indonesia, tetapi di Amerika Serikat, kerusakan struktur bangunan sipil yang disebabkan 'ulah' tanah ekspansif, diperkirakan menelan kerugian USD 6 - 11 milyar setiap tahunnya. Di Indonesia sendiri, skala masalah tanah ekspansif, belum terungkap secara detail, termasuk besar kerugian yang ditimbulkan.



Apa itu tanah ekspansif ?
Secara teknis, tanah ini biasanya mengandung mineral montmorillonite bermuatan negatif besar yang menyerap air dengan mengisi rongga pori, sehingga tanahnya mengembang, dan kekuatannya berkurang drastis.

Beberapa parameter umum dapat digunakan sebagai indikator tanah ekspansif, antara lain :
  • Dari hasil laboratorium tanah, didapati : PI > 25 ;  LL > 40 ; dan SL < 11
  • Alluvium berwarna gelap, seperti hitam, biru, atau coklat tua (kadang-kadang ada bintik-bintik putihnya)
  • Sangat peka terhadap perubahan kadar air (potensi retak dan mengembang)
Secara umum, sifat-sifat yang menonjol dari tanah ekspansif, adalah :
  • Berdaya dukung sangat rendah pada kondisi basah
  • Kembang susutnya sangat tinggi, sehingga berakibat sangat buruk bilamana mengalami perubahan kadar air (timbul retak-retak pada kondisi kering dan mengembang pada kondisi basah)
Berdasarkan penelitian Pusat Litbang Prasarana Transportasi, Balitbang Kimpraswil (1992), distribusi tanah ekspansif di pulau Jawa meliputi : 
  • Daerah pantai utara, yaitu pada ruas jalan Jakarta - Cikampek (Jawa Barat), Demak - Kudus, Dempet - Godong, dan Semarang - Purwodadi (Jawa Tengah). Juga di sepanjang ruas jalan Lamongan - Gersik, dan Surabaya - Gersik (Jawa Timur).
  • Pada daerah perbukitan rendah, terdapat pada ruas jalan Bojonegoro - Babat (Jawa Tengah) dan Ngawi - Caruban (Jawa Timur). 
  • Sementara pada daerah endapan vulkanik, tanah ekspansif menyebar antara ruas jalan Yogya - Wates. 
Distribusi tanah ekspansif di luar pulau Jawa belum tersedia, dan masih memerlukan penelitian lanjutan.

Rabu, 06 Juni 2012

PROYEK HAMBALANG AMBLES


Proyek Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sarana Olah Raga Nasional Hambalang, Bogor menambah catatan sejarah hitam dunia konstruksi Indonesia. Pada pertengahan Desember 2011 lalu, sebagian area di pusat olah raga tersebut ambles, yang mengakibatkan dua bangunan, yakni gedung lapangan indoor dan power house (rumah genset), roboh.

Menurut Ahli Geotechnical Enginering dari Institut Teknologi Bandung, Masyhur Irsyam, menyatakan bahwa jenis tanah di Hambalang itu adalah tanah ekspansif. Tanah jenis ini memiliki ciri khusus apabila terkena hujan. Saat air menyentuh lapisan tanah tersebut, tanah akan mengembang dan membahayakan bangunan di atasnya. Sementara, di saat panas, tanah akan menyusut. Jenis tanah ini sama dengan jenis tanah di jalan tol Cipularang dan tol Semarang, katanya. Kejadian amblesnya dua bangunan tersebut sebenarnya tidak perlu terjadi. Menurut Masyhur, konsultan dan kontraktor yang terlibat dalam pembangunan harus dapat mengantisipasi kondisi tanah ini sebelumnya. 

Akibat kejadian ini, kontraktor mengaku rugi Rp 14 miliar. Kini proyek Hambalang yang menelan biaya Rp 1,2 triliun itu dihentikan sementara. Pihak kontraktor beralasan dana pembangunan hingga Maret 2012, sebesar Rp 75 miliar belum cair. Kondisi pembangunan saat ini sudah mencapai 47 persen. Proyek sarana olah raga terpadu yang sarat dengan kepentingan politik itu, seharusnya ditargetkan selesai pada 2012 ini.

Minggu, 03 Juni 2012

EKONOMI BIAYA TINGGI PADA SEKTOR JASA KONSTRUKSI

Perkembangan politik, ekonomi, sosial dan budaya, disertai kesepakatan dunia tentang pasar bebas (free market), menuntut dunia jasa konstruksi nasional untuk selalu survive dalam menghadapi persaingan pasar yang semakin kompetitif. Kesulitan utama sektor jasa konstruksi nasional dalam memenangkan persaingan bebas, adalah ekonomi biaya tinggi (high cost economy). Akibat berbagai macam budaya kecurangan, sektor jasa konstruksi nasional sulit untuk dapat bersaing di era pasar bebas. Penyimpangan dan kecurangan yang bernuansa korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN), merupakan budaya lumrah yang selalu terjadi pada setiap proyek konstruksi. Hal inilah yang menyebabkan ekonomi biaya tinggi pada dunia jasa konstruksi, dan sekaligus menjadi penyebab utama dari keterpurukan.

Pimpinan proyek (Pimpro) sebagai wakil pemilik proyek, sudah lazim memberikan proyek kepada kontraktor-kontraktor tertentu yang loyal dan menjanjikan imbalan tinggi. Tender proyek hanya dilakukan sebagai alat untuk menjustifikasi proses, sedangkan pemenangnya sudah ditentukan terlebih dahulu. Kontraktor yang telah "membeli" tender proyek dengan harga tinggi, akan menurunkan kualitas produk jasa yang diberikan, dengan mengerjakan tidak sesuai bestek, yaitu dengan mengurangi kualitas dan kuantitas. Bahkan, kadangkala menghilangkan item pekerjaan yang semestinya. Untuk dapat dengan aman melakukan hal tersebut, tentunya kontraktor harus dapat berkolusi dengan pihak-pihak terkait (perencana, pengawas, dan owner), dan usaha tersebut tentu memerlukan biaya yang tidak sedikit.

Kondisi tersebut pada gilirannya mengakibatkan produk yang dihasilkan oleh kontraktor yang bersangkutan sangat buruk, jauh dari yang dipersyaratkan bestek. Banyak bangunan sarana dan prasarana yang baru selesai dibangun, mengalami kerusakan sebelum masa pemakaian. Bahkan, dalam tahap pemeliharaan sudah memerlukan perbaikan-perbaikan yang serius, dan pada akhirnya mengakibatkan pembengkakan biaya proyek. Di mana, kondisi ini akan menguntungkan bagi kontraktor dan konsultan asing yang sudah terbiasa dengan budaya bersih, dinamis, dan profesional, dengan mudah merajalela melahap peluang bisnis konstruksi di negara kita.

Video Anda

Asosiasi

Asosiasi
Himpunan Ahli Konstruksi Indonesia